Monday 14 September 2015

Aylan dan Etika Wajah Levinasian


Aylan Kurdi
Aylan Kurdi seorang bocah yang tergeletak tidak bernyawa di bibir pantai Turki, dan ditetemukan oleh seorang polisi. Perang dan konflik sektarian yang terjadi di negaranya membuat mereka lari mencari tempat yang aman. Naas, Aylan justru menjadi korban akibat perahu yang dipakai bersama orang tuanya dan saudaranya dihempaskan ombak, ketika sedang menuju Yunani mencari suaka. Tragedi ini telah menjadi peristiwa kemanusiaan yang telah mengugah nurani pemimpin Uni Eropa untuk menampung lebih banyak pencari suaka. Aylan bukanlah siapa-siapa, bukan anak seorang pejabat penting. Bukan pula seorang artis cilik yang terkenal! Tetapi mengapa kematian Aylan begitu penting? Aylan adalah sebuah gambaran tentang hancurnya kemanusiaan. Aylan adalah wajah kemanusiaan kita yang sedang menceriterakan sebuah ratapan akan matinya cinta. Aylan yang kaku tak bernyawa sedang menceriterakan kepada kita akan kerapuhan societas.
Wajah bocah kecil berusia tiga tahun ini, telah menceriterakan kepada kita betapa relasi dengan yang lain telah hancur, akibat dari kepentingan politik dan keserakahan. Jika nilai kemanusiaan tidak lagi bisa kita dapatkan dalam relasi dengan yang lain, maka kita hanya akan menyisakan syair-syair suci tanpa makna. Aylan telah berceritera kepada dunia tentang pentingnya hidup dalam damai. Boca kecil ini sedang mengugat kemanusiaan kita. Seperti sedang bertanya, ada apa dengan kemanusiaan kita? Mengapa konflik harus terjadi? Dan, mengapa bocah-bocah kecil yang harus menjadi korban? Semua pertanyaan Aylan membuat kita bisu.
Wajah Aylan yang kaku bukan sekedar sebuah fenomena belaka, di mana kita semua menjadikannya sebagai tontonan. Tetapi wajah ini telah menyingkapkan sebuah pergulatan manusia. Wajah ini seperti telah menantang, dan mengundang kita untuk bertanggung jawab. Sayangnya kita sering kali gagal memahami transendensi wajah yang lain. Gagal memahami betapa pentingnya kehadiran yang lain. Dan, ini terjadi karena kecenderungan kita memahami orang lain berdasarkan pikiran kita. Emanuel Levinas menyebut: “Visi sering menghambat relasi kita dengan yang lain. Karena kita lebih sibuk dengan apa yang akan kita katakan pada yang lain, sehingga membuat kita tidak terbuka terhadap sapaan yang lain.” Keterbukaan dan perjumpaan dengan yang lain menjadi penting dalam memahami kemanusiaan.
Kita tidak ingin ungkapan Hobbes menjadi kenyataan, bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). Pun, kita tidak berharap manusia kehilangan akal sehat, dan menjadi anti sosial. Konflik yang terjadi atas nama ideologi tertentu, dengan visi tertentu, telah memporak-porandakan societas. Kita nampaknya membutuhkan yang disebut Levinas relasi asimetris. Relasi di mana kemanusiaan dilihat dalam wajah yang lain. “Humanisme dalam wajah yang lain.” Etika universal yang kita hidupi hari ini yang dibangun atas dasar equality, nampaknya tidak cukup menjawab persoalan kemanusiaan yang terjadi. Kehadiran Aylan seperti meruntuhkan etika universal yang telah kita hidupi.
Aylan telah menunjukkan kepada kita bahwa kesetaraan tidaklah cukup untuk membangun kemanusiaan. Bahkan kesetaraan seringkali menghilangkan keunikan pada diri setiap orang.  Karena itulah, Levinas menyebut struktur kemanusiaan tidak terletak dalam relasi yang setara. Di mana manusia dibawah dalam tatanan universal yang justru mereduksi keunikan pada dirinya. Manusia harus dilihat dalam ketidak terbatasan, bukan dalam sebuah doktrin kesetaraan. Jika tragedi Aylan kita lihat semata-mata hanya dalam konsep etika universal equality, maka kita bisa melupakan totalitas kemanusian dalam segala keunikannya. Mengapa? Karena equality sering menjebak kita pada sikap heterofobia (ketakutan akan yang lain). Heterofobia membuat semua orang menjadi musuh, sehingga relasi dengan yang lain menjadi hilang.
Relasi asimetris menjadi menarik, untuk melihat bagaimana kita mempunyai sebuah tanggung jawab tak terbatas pada yang lain. Apapun yang kita lakukan atas dasar tanggung jawab, rasanya tidak akan pernah cukup. Relasi asimetris akan lebih menghargai keunikan manusia. Di sana tidak ada kepalsuan, tetapi yang ada adalah ketelanjangan (apa adanya). Disana juga tidak mengenal warnah kulit, agama, suku, untuk menolong mereka yang sedang mempertahankan hidup. Relasi asimetris dalam etika Levinasian akan memberi tempat pada kemanusiaan. To, nasionalisme seorang pemimpin tidak akan berkurang, hanya karena memberi suaka bagi mereka yang sedang terlunta-lunta dilaut. Mereka yang sedang bergulat dengan ombak diatas perahu kayu yang kecil mencari tanah harapan. Gandi menyebut, “saya seorang nasionalisme, tetapi nasionalisme saya adalah kemanusiaan” (my nationalism is humanity).
Tanggung jawab kemanusiaan kita ada dalam perjumpaan dengan yang lain dan bukan dalam sebuah teori sastra-sastra suci. Pandangan Levinas hanya bisa terlihat dalam subjek yang hidup (a living subject) dan bukan hanya sekedar subjek yang sadar (a conscious subject). Kesadaran akan yang lain belum bermakna apa-apa, jika kita belum menghayatinya dalam perjumpaan dengan yang lain. Semua orang hari ini sadar bahwa apa yang terjadi pada Aylan adalah sesuatu yang mengusik nurani. Tetapi apakah kesadaran akan tragedi Aylan menjadi bermakna jika kita sendiri tidak memberi ruang dalam perjumpaan dengan yang lain. Wajah Aylan bukan sekedar gambaran kaku tentang kemanusiaan, tetapi wajah Aylan sungguh-sungguh adalah wajah kemanusiaan kita.
Wajah itu telah memperlihatkan kepada kita, betapa pentingnya tanggung jawab terhadap yang lain. Yang lain adalah sahabat bagi yang lainnya (homo homini socius). Yang lain bukanlah neraka, tetapi wajah yang lain adalah gambaran totalitas seorang manusia dalam keunikannya. Aylan mengingatkan kita, betapa tidak cukup jika kita tidak sungguh-sunggu hadir dalam perjumpaan dengan yang lain. Etika Levinasian mau menyatakan bahwa “Kehidupan adalah cinta akan kehidupan itu sendiri”.

    



No comments:

Post a Comment

Teodise (Pembenaran Tuhan): Dialog dengan Leibniz di Masa Pandemi Covid-1

Pertanyaan tentang realitas kejahatan di dunia bukanlah pertanyaan yang baru muncul di dunia post modern. Pertanyaan ini pertama kali ditany...